Sabtu, 24 Maret 2018

Dvaita Vedanta Darsana


DARSANA
“DVAITA VEDANTA”


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU DHARMA NUSANTARA JAKARTA
Tahun Ajaran 2014/2015
Jl. Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun Jakarta Timur 13220 Tlp : (021) 4752750
E-mail :stahdnj@yahoo.com  Website :






KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
            Puji syukur kami panjatkat kepada Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
            Makalah ini kami susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Darsana dan juga sebagai bahan ajar serta referensi bagi para pembaca mengenai pandangan umat Hindu tentang Dvaita Vedanta.
            Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyusunan  makalah kami ini, yaitu :
1.      Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Darsana, Ibu Nyoman Sudiani, SH., S.Pd.H., M.Fil.H. yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
2.      Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah membantumenyumbangka gagasan, ide, waktu, materi dan suport untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3.      Semua pihak ya ng tidak dapat kami sebuatkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dari awal persiapan, proses hingga terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memeberikan manfaat bagi seluruh kalangan mulai dari pelajar, Guru/pengajar serta masyarakat umum yang membacanya.
Kami menyadari makalah yang tersusun ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran senantiasa diharapkan demi kesempurnaan penulisan dan penyusunan makalah selanjutnya.
Om Santi Santi Santi Om

Jakarta, 24 Maret 2018


Sundari Janur Anggita




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................    i
Daftar Isi ..........................................................................................................     ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ...............................................................................................      1
1.2  Tujuan .............................................................................................................     1
1.3  Sistematika Penulisan ....................................................................................     1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................     3
2.1  Sejarah Pendiri Dvaita Vedanta .....................................................................     3
2.2  Ajaran Pokok Dvaita Vedanta .......................................................................      3
2.3  Ontology Dvaita Vedanta ................................................................................     4
2.3.1 Pandangan Mengenai Tuhan ................................................................       4
2.3.2 Pandangan Mengenai Jiwa ...................................................................       4
2.3.3 Pandangan Mengenai Alam ..................................................................       5
2.4  Epistemologi Dvaita Vedanta .........................................................................      8
2.5  Aksiologi Dvaita Vedanta ................................................................................      9
BAB III PENUTUP ..............................................................................      12
3.1  Kesimpulan .......................................................................................................      12
3.2  Saran .................................................................................................................      12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................      13





BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG

Hindu merupakan agama yang univeral, yaitu ajaran-ajaran yang terdapat dalam Hindu terdapat pula dalam agama lain. Dalam Hindu Veda dijadikan sebagai pedoman bagi umat-Nya. Agama Hindu merupakan karya Tuhan yang monumental, sama monumentalnya dengan keberadaan alam semesta beserta isinya (Donder, 2006:138). Masyarakat dunia saat ini khususnya umat Hindu memiliki ketertarikan dan semangat yang semakin besar dalam mempelajari pemikiran-pemikiran rohani yang terkandung dalam Veda. Sekarang mungkin hampir semua umat Hindu sudah mendengar istilah-istilah filsafat Veda-Vedanta seperti Advaita, Dvaita, Visista-advaita, dan sebagainya. Dalam hal ini kami akan membahas Dvaita Vedanta. Pendakian kesempurnaan keinsafan diri dimulai dari Dvaita, yang diartikan sebagai dualitas atau pluralitas. Keterpisahan antara jivatman dengan paramatma atau Brahman. Kemudia kesempurnaan tertinggi yang disebut moksa didefinisikan sebagai bersatunya atman dengan Brahman. Meskipun banyak aliran-aliran filsafat yang berkembang, namun pada dasarnya hanya satu tujuan yaitu pencapaian moksa.
1.2              TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1)      Melatih Mahasiswa untuk menyusun sebuah karya tulis dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas Mahasiswa.
2)      Agar Mahasiswa lebih memahami dan mendalami filsafat-filsafat (Darsana) yang ada dalam Agama Hindu, khususnya Dvaita Vedanta.

1.3              SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, sistematikan penulisannya adalh sebagai berikut :
1)      Bab I berisi tentang selayang pandang penulis yang menjadi latar belakang penyusunan makalah Dvaita Vedanta ini. Terdapat pula tujuan yang ingin disampaikan penulis sebagai buah pikiran yang telah terangkum dalam makalah ini serta sistematika penulisan yang dituliskan secara jelas dan gamblang oleh penulis.
2)      Bab II menguraikan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang timbul mengenai Dvaita Vedanta. Dimulai dari pendiri filsafat itu sendiri, sejarah filsafat ini, ajaran-ajaran pokok dari Dvaita Vedanta.
3)      Bab III berisi kesimpulan yang bisa diambil dari semua pemaparan tentang ajaran-ajaran Dvaita Vedanta. Serta saran demi membangun dan memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik lagi sehingga tidak ada ajaran yang tertinggal yang nantinya ditakutkan akan membingungkan umat.
4)      Terdapat referensi sebagai bukti atas pembenaran makalah ini.




BAB II
DVAITA VEDANTA

2.1  SEJARAH PENDIRI DVAITA VEDANTA
Yang mengembangkan filsafat Dvaita adalah Sri Madhvacarya yang bersumber pada Prasthana Traya, yaitu Upanisad, Bhagavad Gita dan Brahma Sutra (Sarva Darsana Samgraha, 2006 : 191). Beliau dianggap sebagai inkarnasi dari Wayu atau Dewa Angin yang kemudian dikenal dengan nama Ananda Tirtadan Purna Prajna. Para penganut ajaran Madhvacarya adalah Waisnawa, yang dikenal sebagai Brahma Sampradayin (Sivananda, 1997 : 148). Sistem filsafat Vedanta yang dianjurkan oleh Madha disebut Dvaita atau Dualisme sebab pokok ajaran filsafatnya adalah perbedaan (Bheda). Sistem ini juga disebut realistis karena mengakui bahwa alam semesta ini adalah nyata. Sistem ini bersifat Theistis, karena menerima adanya tuhan yang berpribadi sebagai suatu kenyataan tertinggi. Segala sesuatu yang ada dianggap sebagai bergantung seluruh kepada Tuhan, yang dalam ajaran Dvaita dinamakan Visnu.
2.2   AJARAN POKOK DVAITA VEDANTA
Sistem filsafat Dvaita adalah pengetahuan ketuhanan yang memandang seluruh aspek Tuhan dalam sisi dualitas (dalam wujud Saguna dan selalu terdiri dari dua sisi yaitu feminim dan maskulin).
Pokok ajaran Dvaita adalah perbedaan, dimana Madhva membuat perbedaan mutlak antara Tuhan, obyek-obyek yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan hanya Tuhan saja yang merupakan Realitas tertinggi. Obyek-obyek yang bergerak dan yang tidak bergerak merupakan realitas yang tidak bebas. Perbedaan tersebut dikenal sebagai Panca Bheda, yaitu :
1)      Perbedaan Tuhan dan Roh pribadi
2)      Perbedaan antara Tuhan dan materi
3)      Perbedaan antara roh pribadi dan materi
4)      Perbedaan antara satu roh dengan roh yang lainnya
5)      Perbedaan antara materi satu dengan materi yang lainnya.


2.3   ONTOLOGI DVAITA VEDANTA
Dalam Ontologi Dvaita dicirikan oleh dua ide yaitu realitas dan suatu kebebasan. Dimana Realitas dikaitkan dengan dunia material dan roh, sementara kebebasan merupakan ciri dari Tuhan itu sendiri. Eksistensisnya adalah sebuah test akan realitas. Menurut Madhava Satyam adalah suatu eksistensi pada tempat, waktu tertentu yang mencukupi untuk membedakan mana yang riil atau nyata dan mana yang tidak riil atau tidak nyata. Dualisme Madhava disamping setuju akan adanya dua realita yang mutualy irreducible sebagai keseluruhan realita hanya Tuhan sebagai satu-satunya realita yang bebas (Svantantra) dan yang lainnya adalah realita yang terbatas seperti prakerti, purusa, waktu (kala), karma, Svabhava sebagai yang tidak terbebas (Parantantra).
2.3.1        Pandangan Mengenai Tuhan
Dvaita mengakui bahwa alam semesta ini nyata (realistis), dan menerima adanya Tuhan yang berpribadi sebagai sesuatu kenyataan yang tertinggi. Segala sesuatu yang ada tergantung sepenuhnya kepada Tuhan, Wisnu (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 : 261). Tuhanlah yang menjadi sebab terjadinya alam semesta, Ia sebagai pencipta, pemelihara dan pengendali semua yang ada. Tuhan disebut dengan nama Hari, Narayana, dan Wisnu. Pemujaan terhadap Wisnu dilakukan dengan :
v  Ankara : menandai badan dengan sombol-simbol-Nya
v  Namakarana : pemberian nama Tuhan pada anak-anak
v  Bhajana : menyanyikan kemuliaan-Nya
v  Smarana : melakukan pengingatan nama-nama Tuhan secara terus-menerus.
Dvaita menyatakan ada dua kategori dari kenyataan mutlak. Brhaman sebagai Tuhan personal yang merupakan kenyataanmutlak, dan jiwa dan individu (jiwa) dan obyek materi merupakankenyataan yang relative, yang berbeda satu dengan yang lain danbergantung pada Tuhan (Bansi Pandit, 2006:68).
2.3.2        Pandangan Mengenai Jiwa
Menurut Dvaita, atman atau roh jumlahnya tidak terhitung. Setiap atman berbeda dengan atman yang lainnya. Jiwa itu kekal dan penuh kebahagiaan, adanya hubungan denga alam maka jiwa itu mengalami penderitaan dan kelahiran berulang-ulang ke dunia.
   Madhva mengatakan : “TATTVANIRNAYA”, roh-roh yang berdiam dalam sebuah atom dari ruang adalah tak terbatas. Jiwa berbeda dengan Tuhan dan materi, perbedaan antara Brahman dan jiwa adalah nyata. Jiwa merupakan perwakilan yang aktif, tetapi tergantung kepada Tuhan dan Tuhan memaksa jiwa untuk berbuat sesuai dengan perilaku masalalunya (Sistem Filsafat Hindu, 2006 : 193).
            Ramanuja menklasifikasikan roh menjadi :
v  Jiwa yang abadi dan akan terbebas (nitya), misalnya Laksmi.
v  Jiwa yang terikat (badha), yaitu mereka yang terpilih untuk moksa (Mukti-Yoga) dan mereka yang tidak terpilik untuk moksa (Samsara dan Tamo Yoga).
Pemikiran Madhava tentang jiwa-jiwa bukan hanya perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, tapi juga berdasarkan gradasi Intrinsik diantara mereka berdasarkan atas pengetahuan dan kebahagiaan. Hal ini jelas sekali pada saat jiwa mencapai statusnya yang asli. Ada tiga kelompok jiwa yaitu Dewa-dewa, Manusia, Raksasa. Dewa-dewa dan manusia adalah superior dapat mencapai moksa atau kebebasan. Manusia yang dalam kualitas yang sedang-sedang saja akan lahir kembali kedunia ini, manusia terjelek pergi ke neraka, raksasa akan pergi kewilyah yang gelap. Ada dua wilayah di mana mahluk hidup tidak dapat kembali lagi yaitu wilayah yang gelap da wilayah kebebasan.  Kedua wilayah ini bersifat permanen. Manusia dapat digolongkan menjadi Superior dan Inferior tergantung dari hari-Bhakti dan hari-dvesa. Hari-dvesa adalah roh akan mencapai wilayah gelap dan hari-Bhakti adalah roh akan mencapai kebebasan atau Moksa. Roh yang berbeda antara kualitas hari-bhakti dan hari-Dvesa, akan sedang-sedang saja tetap berda di dunia materiil, atau tidak naik dan tidak turun.
Jiwa atau roh dipengaruhi oleh tiga guna, yaitu ada terdapat jiwa yang Sattwika, jiwa yang Rajasik dan jiwa yang Tamasik. Pengaruh tiga guna ini adalah yang menentukan jiwa-jiwa tersebut mencapai pelepasan, surga, kelahiran kembali ke dunia dan masuk ke alam neraka.(ngarayana.web.vgm.ac.id/2011/10/Filsafat.dvaita-dari-Madhvacharya).
2.3.3        Pandangan Menganai Alam
Dvaita mempersamakan benda dengan Prakrti yang merupakan asas kebendaan yang tidak memiliki kesadaran. Tuhan merupakan penyebab efisensi dan bukan penyebab material dari alam semesta, karena Prakrti merupakan substansi yang berbeda dengan-Nya dan merupakan penyebab material dari alam ataupun semua obyek, badan dan organ-organ roh dan diberi tenaga olek Laksmi.
Terciptanya alam semesta menurut Dvaita tidak jauh berbeda dengan ajaran Samkhya. Yang pertama dilahirkan dari Prakrti adalah ketiga guna (sattva, rajas, dan tamas). Dari tiga guna ini kemudian lahir mahat (budhi), manas, Panca Budhindriya, Panca Karmendriya, Panca Tanmatra, Panca Mahabhuta dan gabungan dari Panca Mahabhuta tersebut maka muncullah alam semesta beserta isinya.(ngarayana.web.vgm.ac.id/2011/10/Filsafat.dvaita-dari-Madhvacharya)
Tri Guna tidak dapat diamati oleh Indrya. Adanya dapatdisimpulkan atas obyek dunia ini yang merupakan akibat dari TriGuna. Karena adanya kesamaan asas, Antara sebab dan akibat, maka dapat diketahui sifat-sifat Tri Guna ini dari alam semesta yang merupakan wujudnya. Semua obyek ini mempunyai tigasifat yang dapat menimbulkan rasa senang, susah, dan netral.
Sattvam adalah unsur dari Prakerti yang alamnya bersifattenang, riang, terang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaransifat ringan yang meninbulkan gerak keatas, seperti adnya angindan air di udara dan semua bentuk kesenangan, kepuasan, dansejenisnya.
Rajas adalah unsur gerak pada benda-benda ini, ia selalubergerak yang menyebabkan benda dan mahluk bergerak. Rajas menyebabkan api berkobar, angin berhembus, pikiranberkeliaran kesana kemari.
Tamas menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negative. Ia bersikeras menentang aktifitas menahan gerakpikiran, sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan, mengantarkan seseorang pada kebingungan.
Tri Guna ini selalu bersama-sama dan tidak pernah terpisahsatu dengan yang lainnya. Ketiga Guna ini berubah terusmenerus. Ada perubahan bentuk dari Tri Guna, yaitu :Svarupaparinama dan Virupaparinama. Pada waktu pralayamasing-masing Guna berubah pada dirinya sendiri tanpamengganggu yang lain perubahan ini disebut Svarupaparinama.Pada waktu demikian tidak mungkin ada ciptaan karena tidakada kerjasama antara ketiga Guna. Namun bila Guna yang satumenguasai Guna yang lain, maka terjadilah suatu penciptaan, perubahan ini disebut.
Pertama yang timbul dari Tri Guna adalah Mahat. Mahatadalah benih dunia. Segi kejiwaan dan Psikologinya disebutBuddhi yang memiliki sifat-sifat kebijaksanaan, pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan atau Dharma, Jhana, Vairagya, dan Aiswarya.
Perbedaan antara Mahat dan Buddhi adalah, bahwa Mahatadalah asas kosmis dan Buddhi adalah asas kejiwaan. Akan tetapiBuddhi bukanlah jiwa yang tidk bersifat kebendaan itu. Buddhiadalah zat halus dari segala proses mental, kecakapan untukmembedakan segalahal, serta menerima sesuatu apa adanya. Fungsinya adalah untuk mempertimbangkan serta memutuskansegala hal yang dianjurkan oleh alat-alat lebih rendah daripadanya. Buddhi merupakan unsur kejiwaan yang tertinggi dantempat berakhir bagi semua jenis perbuatan moral sertaintelektual.
Dari Buddhi maka timbullah Ahamkara, yaitu asasindividuallis yang merupakan asas yang menimbulakan individu-individu karena Ahamkara juga memiliki segi yang kosmis danbersifat kejiwaan, sehingga dari segi yang kosmis timbullahsubjek dan obyek yang terdiri sendiri-sendiri dan dari segikejiwaan timbullah rasa aku manusia
Setelah Ahamkara perkembangan Prakerti menuju keduajurusan, yaitu jurusan yang bersifat kejiwaan, dimana GunaSatwam lebih berkuasa dari gunalainnya, dan jurusan yang bersifat fisik, dimana tamasak yang merajainya. Di dalamperkembangan ini Guna Rajas semata-mata berfungsi sebagaitenaga yang memberi dinamika dan kekuatan kepada Guna yang lain.
Perkembangan kejiwaan yang pertama adalah manas yaitualat pusat kerja sama dengan indria-indria untuk mengamatikenyataan-kenyataan di luar diri manusia. Tugas manas adalahuntuk mengkoordinir perangsang-perangsang kejiwaan, sehingamenjadi petunjuk-petunjuk dan meneruskannya kepadaahamkara dan Buddhi. Sebaliknya manas bertugas untukmeneruskan putusan-putusan kehendak Buddhi kepada alat-alat yang lebih rendah. Gabungan Buddhi, ahamkara, dan manasdisebut Antah Karana.
Perkembangan kejiwaan kedua adalah Panca Buddhi iendriayaitu :penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Perkembangan kejiwaan ketiga di sebut Panca Karmendria yaituindria untuk berbuat yang terdiri dari : daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untukmembuat kotoran, dan daya untuk mengeluarkan sperma.
Kesepuluh indria ini tidak dapat diamati tetapi berada didalam alat-alat yang tampak, dan berbeda dengan alat-alat ituhanya dengan perantara alat-alat yang tampak itulah orang dapatmengamati serta mengenal obyek-obyek yang ada diluar dirimanusia .
Perkembangan fisik atau jasmani menghasilkan asas dunia yang ada di luar melalui dua tahap. Tahap pertama kelima unsuritu masih halus disebut Panca Tan Matra yaitu sari suara, sari sentuhan, sari warna, sari warna dan sari bau.
Karena adanya kombinasi dan unsur-unsur yang halus ini lahtimbul unsur yang kasar di dalam perkembangannya yang kedua. Dari unsur suara muncullah akasa, dari kombinasi unsur suaradan sentuhan muncullah api (agni), dari gabungan unsur suara,sentuhan, warna dan rasa timbullah air (apah), dari gabunganunsur suara, sentuhan, warna, rasa dan bau muncullah bumi(pertivi). Sehubungan dengan itu maka unsur yang kasarmemiliki sifat yang sesuai dengan unsur yang membentuknya, yaitu ruang yang memiliki sifat suara, hawa memiliki sifat raba, api memiliki sifat warna, air memiliki sifat rasa dan bumimemiliki sifat bau.
Dari gabungan unsur ( Panca Maha Bhuta) berkembanglahalam semesta beserta isinya. Dalam perkembangan yang terakhirini terjadi bermacam-macam perubahan dan perubahan-perubahan itu senantiasa bergantian di alam batas-batas suatu masa.
Segala sesuatu yang dikuasai oleh tamas dan satwam adalahbersifat fisik atau kebendaan, sebab semuanya muncul dariprakerti. Walaupun demikian segala sesuatu yang dikuasai olehsatwam akan tetap membentuk jiwa untuk menyatakan objek-objek yang ada diluar diri manusia semua bentuk aktifitas yang dikuasai oleh satwam sangat diperlukan bagai kehidupan mental seluruh peralatan yang berdiri dari anatah karana( Alat Bathin) bersifat fisik yang sangat diperlukan pengalaman.
2.4  EPISTEMOLOGI DVAITA VEDANTA
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar dalam sistem Dvaita Vedanta diajarkan dua jenis Pramana, yaitu Kewalapramana dan Anupramana. Kewalapramana adalah pengetahuan yang benar yang menunjuk langsung kepada suatu peristiwa bukan alat untuk mendapatkan pengetahuan. Anupramana adalah alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan melalui perantara. Anupramana dalam Dvaita dibagi atas tiga macam yaitu : pengamatan, penyimpulan dan kesaksian.
Pengamatan memberikan pengetahuan kepada kita dari obyek yang kita amati melalui perantara indriya. Dalam sistem Dvaita dinyatakan bahwa pengamatan hanya terjadi memalui indriya bukan di luar dari pada itu. Menurut Dvaita terdapat tujuh indriya, yaitu kelima indriya ditambah dengan Manas dan Saksin. Saksin adalah pribadi manusia yang pada hakekatnya sama dengan jiwa, yaitu kesadaran yang dipandang sebagai mengetahui segala perilaku manusia. Saksin juga dapat mengetahui segala sesuatu secara langsung. Karena adanya Saksin ini manusia mengenal kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, waktu dan ruang.
Proses terjadinya pengetahuan menurut ajaran Dvaita umumnya sama dengan ajaran Nyaya-Waisesika. Akan tetapi ajaran tentang pengetahuan itu sendiri ada bedanya, menurut Dvaita pengetahuan adalah suatu perubahan bentuk dari manas, sehingga pengetahuan memberikan sifat kepada manas bukan kepada pribadi manusia. Diri pribadi ini hanya sebagai pengelola karena ia yang memprakarsai proses tersebut, sehingga terdapat hubungan yang erat antara pribadi manusia dan pengetahuna yang timbul.
Dalam Dvaita dikemukakan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar diri manusia. Pengetahuan yang salah juga memiliki obyek. Adapun obyeknya ialah asat yaitu ada yang tidak ada. Dengan demikian yang dimaksud dengan pengetahuan yang salah adalah asat yaitu hal yang tidak ada secara mutlak.
Dalam ajaran Dvaita sesuatu yang tidak ada dapat dikenal, misalnya ada orang yang berbicara tentang hal yang tidak ada (asat), menunjukkan bahwa asat tersebut dapat diketahui. Seandainya tidak, masih bisa dibicarakan.
Penyimpulan atau Anumana dalam ajaran Dvaita memiliki pandangan yang sama dengan sistem Vedanta yang lain. Pengetahuan yang didapat dengan penyimpulan adalah dengan melihat suatu tanda atau Lingga yang selalu memiliki hubungan dengan obyek yang ditarik kesimpulannya yang disebut Sadhya. Hubungan antara Lingga dengan Sadhya disebut Wyapati. Dalam penyimpulan terdapat tiga syarat, yaitu Paksa (suatu kesimpulan yang ditarik), Sadhya (obyek yang ditarik kesimpulannya), dan Lingga (tanda yang tidak terpisahkan dengan benda dan kesimpulannya).
Kesaksian dalam Dvaita lebih dominan pada kitab Agama dan Purana daripada kitab Veda, karena ajaran yang terdapat dalam kitab Agama dan Purana tidak bertentangan dengan isi Veda. Agama dan Purana mengandung kebenaran yang mutlak dan patut dilaksanakan dalam kehidupan ini, dan dapat mengantarkan manusia kepada hal-hal yang bersifat etika, upacara keagamaan, acara memuja. Kitab Veda menghubungkan manusia kepada sasaran pemujaan.

2.5   AKSIOLOGI DVAITA VEDANTA
Tujuan tertinggi dari Dvaita adalah untuk mencapai kelepasan. Kelepasan yang dimaksud adalah peniadaan Avidya secara sempurna. Menurut Dvaita, adanya Avidya inilah yang menyebabkan penderitaan dalam hidup. Dengan peniadaan Avidya seseorang akan mendapat pengetahuan tentang Tuhan dan tentang hakekat dirinya sendiri.
Yang menyababkan seseorang menderita adalah keinginan hidup yang dikaitkan dengan nafsu kapada hal-hal yang bersifat duniawi. Avidya bersifat kosmis yang menjadikan seseorang memiliki pandangan yang kabur dari hakekat Tuhan yang sebenarnya dan hakekat dirinya sendiri.
Untuk mencapai kelepasan, sistem Dvaita mengajarkan beberapa jalan, yaitu :
v  Karma Yoga
Mengajarkan bahwa seseorang hendaknya melaksanakan tugasnya tanpa mengharapkan hasilnya. Manusia yang ideal adalah ia yang telah mengerti cara untuk menahan hawa nafsu dan telah dapat menguasai dirinya sendiri.
Dvaita mengajarkan bekerjalah tanpa henti, tetapi lepaskanlah segala pengikatan kepada pekerjaan itu. Serahkan semua hasil kerja itu kapada Tuhan, karena pada hakekatnya apa yang dikerjakan oleh seseorang, apa yang ia dengar, rasakan dan yang ia lihat adalah semata-mata untuk Tuhan. Janganlah hendaknya seseorang meminta pujian, semua itu adalah milik Tuhan, berikanlah buahnya kepada Tuhan.
v  Srawana
Yaitu mengdengarkan petuah-petuah guru tentang isi Kitab Suci Veda, Agama dan Purana. Dalam mempelajari isi kitab suci hendaknya dibimbing oleh gru yang berwewenang dibidang itu, sehingga tujuannya dapat tercapai.

v  Mananam
Yaitu memahami, membahas dan menguji apa yang didengar, sehingga muncul keyakinan yang mendalam mengenai kebenaran terhadap kitab suci tersebut.

v  Dhiyana (meditasi)
Yaitu dengan merenungkan kitab suci tersebut secara mendalam sehingga seseorang yang melakukan meditasi mendapatkan pengetahuan yang benar tentang hakekat Tuhan dan hakekat tentang dirinya sendiri.
Bila semua disiplin tersebut dilakukan, maka akan tercapaikelepasanya itu bebas dari Avidya shingga dapat melepaskan diridari samsara dalam hidup. Seseorang dapat mencapai Moksamelalui cinta kasih, penyerahan diri secara total dan pelayanankepada Brahman.




BAB III
PENUTUP

3.1   KESIMPULAN
Oleh Maha Rsi Madhva disebut ajaran Dvaita Vedanta (dualisme) sebab pokok ajarannya adalah perbedaan (bheda). Disebut juga realistis karena mengakui bahwa alam semesta ini nyata, juga theistis karena menerima Tuhan yang berpribadi sebagai suatu kenyataan tertinggi. Semua bergantung kepada Tuhan (Visnu) sebagai sesuatu yang tertinggi. Dasar ajaran Madhva adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka ragam di dunia ini, semuanya mempunyai ciri dan sifat tersendiri, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan.
3.2  SARAN
Para penganut pemahaman Dvaita Vedanta pada umumnyaadalah pengguruan Vaishnava dan Bhagavata. Akan tetapi tidakbanyak mengetahui hal tersebut karena kurangnya pengetahuanmengenai Dvaita di Indonesia. Hal ini tentu saja diakibatkan karenacukup sulit mendapatkan sumber-sumber pustaka Dvaita dalam Bahasa yang dapat diakses oleh kebanyakan orang Indonesia. Paling tidak sampai tahun 1960-an tidak ada satra dan komentar dariperguruan Bhagavata dan Vaishnava yang tersedia secara luas dalam Bahasa Sansekerta dan Prakrit India. Jadi selama ini Dvaita selaludijelaskan berdasarkan pemahaman Advaita Vedanta, sehinggaterkesan bahwa selalu dihadirkan pemikiran Dvaita merupakantangga untuk memasuki Dvaita.





















DAFTAR PUSTAKA
Murni, dkk. Modul Darsana. Jakarta :Depag. 2009
Sudiani, Ni Nyoman. Materi Ajar Mata Kuliah Darsana. Jakarta. 2012
Pandit, Bansi. Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu danFilsafat. Surabaya: Paramita. 2006

SumberIntrnet :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hari Pertama UAS, Banyak Mahasiswa Belum Siap

Jakarta- Senin (2/7); Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta (STAH DNJ) sedang melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS) hari per...