DARSANA
“DVAITA VEDANTA”
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU DHARMA NUSANTARA
JAKARTA
Tahun
Ajaran 2014/2015
Jl.
Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun Jakarta Timur 13220 Tlp : (021) 4752750
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkat kepada Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Darsana dan juga sebagai bahan ajar serta referensi bagi para
pembaca mengenai pandangan umat Hindu tentang “Dvaita Vedanta”.
Ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah kami
ini, yaitu :
1. Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Darsana, Ibu Nyoman Sudiani,
SH., S.Pd.H., M.Fil.H. yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas
makalah ini.
2. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah membantumenyumbangka
gagasan, ide, waktu, materi dan suport untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3. Semua
pihak ya ng tidak dapat kami sebuatkan satu persatu yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dari awal persiapan, proses hingga terselesaikannya
makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat memeberikan manfaat bagi seluruh kalangan mulai dari pelajar,
Guru/pengajar serta masyarakat umum yang membacanya.
Kami
menyadari makalah yang tersusun ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik
dan saran senantiasa diharapkan demi kesempurnaan penulisan dan penyusunan
makalah selanjutnya.
Om Santi Santi Santi Om
Jakarta, 24 Maret 2018
Sundari Janur Anggita
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
................................................................................................ i
Daftar Isi
.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
............................................................................................... 1
1.2 Tujuan
............................................................................................................. 1
1.3 Sistematika
Penulisan
.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
....................................................................... 3
2.1 Sejarah
Pendiri Dvaita Vedanta
..................................................................... 3
2.2 Ajaran
Pokok Dvaita Vedanta
....................................................................... 3
2.3 Ontology
Dvaita Vedanta
................................................................................ 4
2.3.1 Pandangan Mengenai Tuhan
................................................................ 4
2.3.2 Pandangan Mengenai Jiwa
................................................................... 4
2.3.3 Pandangan Mengenai Alam
.................................................................. 5
2.4 Epistemologi
Dvaita Vedanta
......................................................................... 8
2.5 Aksiologi
Dvaita Vedanta
................................................................................ 9
BAB III PENUTUP
.............................................................................. 12
3.1 Kesimpulan
....................................................................................................... 12
3.2 Saran
................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Hindu
merupakan agama yang univeral, yaitu ajaran-ajaran yang terdapat dalam Hindu
terdapat pula dalam agama lain. Dalam Hindu Veda dijadikan sebagai pedoman bagi
umat-Nya. Agama Hindu merupakan karya Tuhan yang monumental, sama monumentalnya
dengan keberadaan alam semesta beserta isinya (Donder, 2006:138). Masyarakat
dunia saat ini khususnya umat Hindu memiliki ketertarikan dan semangat yang
semakin besar dalam mempelajari pemikiran-pemikiran rohani yang terkandung
dalam Veda. Sekarang mungkin hampir semua umat Hindu sudah mendengar
istilah-istilah filsafat Veda-Vedanta seperti Advaita, Dvaita, Visista-advaita,
dan sebagainya. Dalam hal ini kami akan membahas Dvaita Vedanta. Pendakian
kesempurnaan keinsafan diri dimulai dari Dvaita, yang diartikan sebagai
dualitas atau pluralitas. Keterpisahan antara jivatman dengan paramatma atau
Brahman. Kemudia kesempurnaan tertinggi yang disebut moksa didefinisikan
sebagai bersatunya atman dengan Brahman. Meskipun banyak aliran-aliran filsafat
yang berkembang, namun pada dasarnya hanya satu tujuan yaitu pencapaian moksa.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1) Melatih
Mahasiswa untuk menyusun sebuah karya tulis dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan kreatifitas Mahasiswa.
2) Agar
Mahasiswa lebih memahami dan mendalami filsafat-filsafat (Darsana) yang ada
dalam Agama Hindu, khususnya Dvaita Vedanta.
1.3 SISTEMATIKA
PENULISAN
Secara garis besar, sistematikan penulisannya
adalh sebagai berikut :
1) Bab I
berisi tentang selayang pandang penulis yang menjadi latar belakang penyusunan
makalah Dvaita Vedanta ini. Terdapat pula tujuan yang ingin disampaikan penulis
sebagai buah pikiran yang telah terangkum dalam makalah ini serta sistematika
penulisan yang dituliskan secara jelas dan gamblang oleh penulis.
2) Bab II
menguraikan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang timbul mengenai Dvaita Vedanta.
Dimulai dari pendiri filsafat itu sendiri, sejarah filsafat ini, ajaran-ajaran
pokok dari Dvaita Vedanta.
3) Bab III
berisi kesimpulan yang bisa diambil dari semua pemaparan tentang ajaran-ajaran
Dvaita Vedanta. Serta saran demi membangun dan memperbaiki makalah ini agar
menjadi lebih baik lagi sehingga tidak ada ajaran yang tertinggal yang nantinya
ditakutkan akan membingungkan umat.
4) Terdapat
referensi sebagai bukti atas pembenaran makalah ini.
BAB II
DVAITA
VEDANTA
2.1 SEJARAH PENDIRI DVAITA VEDANTA
Yang
mengembangkan filsafat Dvaita adalah Sri Madhvacarya yang bersumber pada
Prasthana Traya, yaitu Upanisad, Bhagavad Gita dan Brahma Sutra (Sarva Darsana
Samgraha, 2006 : 191). Beliau dianggap sebagai inkarnasi dari Wayu atau Dewa
Angin yang kemudian dikenal dengan nama Ananda Tirtadan Purna Prajna. Para
penganut ajaran Madhvacarya adalah Waisnawa, yang dikenal sebagai Brahma
Sampradayin (Sivananda, 1997 : 148). Sistem filsafat Vedanta yang dianjurkan oleh
Madha disebut Dvaita atau Dualisme sebab pokok ajaran filsafatnya adalah
perbedaan (Bheda). Sistem ini juga disebut realistis karena mengakui bahwa alam
semesta ini adalah nyata. Sistem ini bersifat Theistis, karena menerima adanya
tuhan yang berpribadi sebagai suatu kenyataan tertinggi. Segala sesuatu yang
ada dianggap sebagai bergantung seluruh kepada Tuhan, yang dalam ajaran Dvaita
dinamakan Visnu.
2.2 AJARAN POKOK DVAITA VEDANTA
Sistem
filsafat Dvaita adalah pengetahuan ketuhanan yang memandang seluruh aspek Tuhan
dalam sisi dualitas (dalam wujud Saguna dan selalu terdiri dari dua sisi yaitu
feminim dan maskulin).
Pokok
ajaran Dvaita adalah perbedaan, dimana Madhva membuat perbedaan mutlak antara
Tuhan, obyek-obyek yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan hanya Tuhan
saja yang merupakan Realitas tertinggi. Obyek-obyek yang bergerak dan yang
tidak bergerak merupakan realitas yang tidak bebas. Perbedaan tersebut dikenal
sebagai Panca Bheda, yaitu :
2) Perbedaan
antara Tuhan dan materi
3) Perbedaan
antara roh pribadi dan materi
4) Perbedaan
antara satu roh dengan roh yang lainnya
5) Perbedaan
antara materi satu dengan materi yang lainnya.
2.3 ONTOLOGI DVAITA VEDANTA
Dalam
Ontologi Dvaita dicirikan oleh dua ide yaitu realitas dan suatu kebebasan.
Dimana Realitas dikaitkan dengan dunia material dan roh, sementara kebebasan
merupakan ciri dari Tuhan itu sendiri. Eksistensisnya adalah sebuah test akan
realitas. Menurut Madhava Satyam adalah suatu eksistensi pada tempat, waktu
tertentu yang mencukupi untuk membedakan mana yang riil atau nyata dan mana
yang tidak riil atau tidak nyata. Dualisme Madhava disamping setuju akan adanya
dua realita yang mutualy irreducible sebagai keseluruhan realita hanya Tuhan
sebagai satu-satunya realita yang bebas (Svantantra) dan yang lainnya adalah realita yang terbatas seperti
prakerti, purusa, waktu (kala), karma,
Svabhava sebagai yang tidak terbebas (Parantantra).
2.3.1 Pandangan
Mengenai Tuhan
Dvaita
mengakui bahwa alam semesta ini nyata (realistis), dan menerima adanya Tuhan
yang berpribadi sebagai sesuatu kenyataan yang tertinggi. Segala sesuatu yang
ada tergantung sepenuhnya kepada Tuhan, Wisnu (Sumawa dan Raka Krisnu, 1993 :
261). Tuhanlah yang menjadi sebab terjadinya alam semesta, Ia sebagai pencipta,
pemelihara dan pengendali semua yang ada. Tuhan disebut dengan nama Hari,
Narayana, dan Wisnu. Pemujaan terhadap Wisnu dilakukan dengan :
v Ankara : menandai badan dengan sombol-simbol-Nya
v Namakarana : pemberian nama Tuhan pada anak-anak
v Bhajana : menyanyikan kemuliaan-Nya
v Smarana : melakukan pengingatan nama-nama Tuhan secara
terus-menerus.
Dvaita menyatakan ada dua kategori dari kenyataan mutlak. Brhaman sebagai Tuhan personal yang merupakan kenyataanmutlak, dan jiwa dan individu (jiwa) dan obyek materi merupakankenyataan yang relative, yang
berbeda satu dengan yang lain danbergantung pada Tuhan (Bansi Pandit,
2006:68).
2.3.2 Pandangan
Mengenai Jiwa
Menurut
Dvaita, atman atau roh jumlahnya tidak terhitung. Setiap atman berbeda dengan
atman yang lainnya. Jiwa itu kekal dan penuh kebahagiaan, adanya hubungan denga
alam maka jiwa itu mengalami penderitaan dan kelahiran berulang-ulang ke dunia.
Madhva mengatakan : “TATTVANIRNAYA”, roh-roh
yang berdiam dalam sebuah atom dari ruang adalah tak terbatas. Jiwa berbeda
dengan Tuhan dan materi, perbedaan antara Brahman dan jiwa adalah nyata. Jiwa
merupakan perwakilan yang aktif, tetapi tergantung kepada Tuhan dan Tuhan
memaksa jiwa untuk berbuat sesuai dengan perilaku masalalunya (Sistem Filsafat
Hindu, 2006 : 193).
Ramanuja menklasifikasikan roh menjadi
:
v Jiwa yang abadi dan akan terbebas (nitya), misalnya
Laksmi.
v Jiwa yang terikat (badha), yaitu mereka yang terpilih
untuk moksa (Mukti-Yoga) dan mereka yang tidak terpilik untuk moksa (Samsara
dan Tamo Yoga).
Pemikiran
Madhava tentang jiwa-jiwa bukan hanya perbedaan antara yang satu dengan yang
lainnya, tapi juga berdasarkan gradasi Intrinsik diantara mereka berdasarkan
atas pengetahuan dan kebahagiaan. Hal ini jelas sekali pada saat jiwa mencapai
statusnya yang asli. Ada tiga kelompok jiwa yaitu Dewa-dewa, Manusia, Raksasa.
Dewa-dewa dan manusia adalah superior dapat mencapai moksa atau kebebasan.
Manusia yang dalam kualitas yang sedang-sedang saja akan lahir kembali kedunia
ini, manusia terjelek pergi ke neraka, raksasa akan pergi kewilyah yang gelap.
Ada dua wilayah di mana mahluk hidup tidak dapat kembali lagi yaitu wilayah
yang gelap da wilayah kebebasan. Kedua
wilayah ini bersifat permanen. Manusia dapat digolongkan menjadi Superior dan
Inferior tergantung dari hari-Bhakti dan hari-dvesa. Hari-dvesa adalah roh akan
mencapai wilayah gelap dan hari-Bhakti adalah roh akan mencapai kebebasan atau
Moksa. Roh yang berbeda antara kualitas hari-bhakti dan hari-Dvesa, akan
sedang-sedang saja tetap berda di dunia materiil, atau tidak naik dan tidak
turun.
Jiwa atau
roh dipengaruhi oleh tiga guna, yaitu ada terdapat jiwa yang Sattwika, jiwa yang
Rajasik dan jiwa yang Tamasik. Pengaruh tiga guna ini adalah yang menentukan
jiwa-jiwa tersebut mencapai pelepasan, surga, kelahiran kembali ke dunia dan
masuk ke alam neraka.(ngarayana.web.vgm.ac.id/2011/10/Filsafat.dvaita-dari-Madhvacharya).
2.3.3 Pandangan
Menganai Alam
Dvaita
mempersamakan benda dengan Prakrti yang merupakan asas kebendaan yang tidak
memiliki kesadaran. Tuhan merupakan penyebab efisensi dan bukan penyebab
material dari alam semesta, karena Prakrti merupakan substansi yang berbeda
dengan-Nya dan merupakan penyebab material dari alam ataupun semua obyek, badan
dan organ-organ roh dan diberi tenaga olek Laksmi.
Terciptanya
alam semesta menurut Dvaita tidak jauh berbeda dengan ajaran Samkhya. Yang
pertama dilahirkan dari Prakrti adalah ketiga guna (sattva, rajas, dan tamas).
Dari tiga guna ini kemudian lahir mahat (budhi), manas, Panca Budhindriya,
Panca Karmendriya, Panca Tanmatra, Panca Mahabhuta dan gabungan dari Panca
Mahabhuta tersebut maka muncullah alam semesta beserta isinya.(ngarayana.web.vgm.ac.id/2011/10/Filsafat.dvaita-dari-Madhvacharya)
Tri
Guna tidak dapat diamati oleh Indrya.
Adanya dapatdisimpulkan atas obyek dunia ini yang merupakan akibat dari TriGuna. Karena adanya kesamaan asas, Antara sebab dan akibat,
maka dapat diketahui sifat-sifat Tri Guna ini dari alam semesta
yang merupakan wujudnya. Semua obyek ini mempunyai tigasifat yang dapat menimbulkan rasa senang, susah, dan netral.
Sattvam adalah unsur dari Prakerti
yang alamnya bersifattenang,
riang, terang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaransifat ringan yang meninbulkan gerak keatas, seperti adnya angindan air di udara dan semua bentuk kesenangan, kepuasan, dansejenisnya.
Rajas
adalah unsur gerak pada benda-benda ini, ia selalubergerak yang menyebabkan benda dan mahluk bergerak. Rajas menyebabkan api berkobar,
angin berhembus, pikiranberkeliaran kesana kemari.
Tamas menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat
negative. Ia bersikeras menentang aktifitas menahan gerakpikiran, sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan, mengantarkan seseorang pada kebingungan.
Tri
Guna ini selalu bersama-sama dan tidak pernah terpisahsatu dengan yang lainnya. Ketiga Guna ini berubah terusmenerus. Ada perubahan bentuk dari Tri Guna, yaitu :Svarupaparinama dan Virupaparinama. Pada waktu pralayamasing-masing Guna berubah pada dirinya sendiri tanpamengganggu yang lain perubahan ini disebut Svarupaparinama.Pada waktu demikian tidak mungkin ada ciptaan karena tidakada kerjasama antara ketiga Guna. Namun bila Guna
yang satumenguasai Guna yang
lain, maka terjadilah suatu penciptaan, perubahan ini disebut.
Pertama
yang timbul dari Tri Guna adalah Mahat. Mahatadalah benih dunia. Segi kejiwaan dan Psikologinya disebutBuddhi yang memiliki sifat-sifat kebijaksanaan, pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan atau Dharma, Jhana, Vairagya, dan Aiswarya.
Perbedaan antara Mahat dan Buddhi adalah, bahwa Mahatadalah asas kosmis dan Buddhi adalah asas kejiwaan.
Akan tetapiBuddhi bukanlah jiwa yang tidk bersifat kebendaan itu. Buddhiadalah zat halus dari segala
proses mental, kecakapan untukmembedakan segalahal, serta menerima sesuatu apa adanya.
Fungsinya adalah untuk mempertimbangkan serta memutuskansegala hal yang dianjurkan oleh alat-alat lebih rendah daripadanya. Buddhi merupakan unsur kejiwaan yang tertinggi dantempat berakhir bagi semua jenis perbuatan moral sertaintelektual.
Dari
Buddhi maka timbullah Ahamkara, yaitu asasindividuallis yang merupakan asas yang menimbulakan individu-individu karena Ahamkara juga memiliki segi yang kosmis danbersifat kejiwaan, sehingga dari segi
yang kosmis timbullahsubjek dan obyek yang terdiri sendiri-sendiri dan dari segikejiwaan timbullah
rasa aku manusia
Setelah Ahamkara perkembangan Prakerti menuju keduajurusan, yaitu jurusan yang bersifat kejiwaan, dimana GunaSatwam lebih berkuasa dari gunalainnya,
dan jurusan yang bersifat fisik, dimana tamasak yang merajainya. Di
dalamperkembangan ini Guna Rajas semata-mata berfungsi sebagaitenaga yang memberi dinamika dan kekuatan kepada Guna yang lain.
Perkembangan kejiwaan yang pertama adalah manas yaitualat pusat kerja sama dengan indria-indria untuk mengamatikenyataan-kenyataan di luar diri manusia.
Tugas manas adalahuntuk mengkoordinir perangsang-perangsang kejiwaan, sehingamenjadi petunjuk-petunjuk dan meneruskannya kepadaahamkara dan Buddhi.
Sebaliknya manas bertugas untukmeneruskan putusan-putusan kehendak Buddhi kepada alat-alat yang lebih rendah. Gabungan Buddhi, ahamkara, dan manasdisebut Antah Karana.
Perkembangan kejiwaan kedua adalah Panca Buddhi iendriayaitu
:penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Perkembangan kejiwaan ketiga di sebut Panca Karmendria yaituindria untuk berbuat yang terdiri dari : daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untukmembuat kotoran, dan daya untuk mengeluarkan sperma.
Kesepuluh indria ini tidak dapat diamati tetapi berada didalam alat-alat yang tampak, dan berbeda dengan alat-alat ituhanya dengan perantara alat-alat yang tampak itulah orang dapatmengamati serta mengenal obyek-obyek yang
ada diluar dirimanusia .
Perkembangan fisik atau jasmani menghasilkan asas dunia
yang ada di luar melalui dua tahap.
Tahap pertama kelima unsuritu masih halus disebut Panca Tan Matra yaitu sari suara, sari sentuhan, sari
warna, sari warna dan sari bau.
Karena adanya kombinasi dan unsur-unsur
yang halus ini lahtimbul unsur yang kasar di dalam perkembangannya yang kedua. Dari unsur suara muncullah akasa, dari kombinasi unsur suaradan sentuhan muncullah api (agni), dari gabungan unsur suara,sentuhan, warna dan rasa timbullah air (apah), dari gabunganunsur suara, sentuhan, warna, rasa dan bau muncullah bumi(pertivi). Sehubungan dengan itu maka unsur yang kasarmemiliki sifat yang sesuai dengan unsur yang membentuknya, yaitu ruang yang memiliki sifat suara, hawa memiliki sifat raba, api memiliki sifat warna, air memiliki sifat rasa dan bumimemiliki sifat bau.
Dari
gabungan unsur ( Panca Maha Bhuta)
berkembanglahalam semesta beserta isinya. Dalam perkembangan yang terakhirini terjadi bermacam-macam perubahan dan perubahan-perubahan itu senantiasa bergantian di alam batas-batas suatu masa.
Segala sesuatu yang dikuasai oleh tamas dan satwam adalahbersifat fisik atau kebendaan,
sebab semuanya muncul dariprakerti. Walaupun demikian segala sesuatu yang dikuasai olehsatwam akan tetap membentuk jiwa untuk menyatakan objek-objek yang ada diluar diri manusia semua bentuk aktifitas yang dikuasai oleh satwam sangat diperlukan bagai kehidupan mental seluruh peralatan yang berdiri dari anatah karana( Alat Bathin) bersifat fisik
yang sangat diperlukan pengalaman.
2.4 EPISTEMOLOGI DVAITA VEDANTA
Untuk
memperoleh pengetahuan yang benar dalam sistem Dvaita Vedanta diajarkan dua
jenis Pramana, yaitu Kewalapramana dan Anupramana. Kewalapramana adalah
pengetahuan yang benar yang menunjuk langsung kepada suatu peristiwa bukan alat
untuk mendapatkan pengetahuan. Anupramana adalah alat-alat yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan melalui perantara. Anupramana dalam Dvaita dibagi atas
tiga macam yaitu : pengamatan, penyimpulan dan kesaksian.
Pengamatan
memberikan pengetahuan kepada kita dari obyek yang kita amati melalui perantara
indriya. Dalam sistem Dvaita dinyatakan bahwa pengamatan hanya terjadi memalui
indriya bukan di luar dari pada itu. Menurut Dvaita terdapat tujuh indriya,
yaitu kelima indriya ditambah dengan Manas dan Saksin. Saksin adalah pribadi
manusia yang pada hakekatnya sama dengan jiwa, yaitu kesadaran yang dipandang
sebagai mengetahui segala perilaku manusia. Saksin juga dapat mengetahui segala
sesuatu secara langsung. Karena adanya Saksin ini manusia mengenal kesenangan,
kebahagiaan, kesusahan, waktu dan ruang.
Proses
terjadinya pengetahuan menurut ajaran Dvaita umumnya sama dengan ajaran
Nyaya-Waisesika. Akan tetapi ajaran tentang pengetahuan itu sendiri ada
bedanya, menurut Dvaita pengetahuan adalah suatu perubahan bentuk dari manas,
sehingga pengetahuan memberikan sifat kepada manas bukan kepada pribadi
manusia. Diri pribadi ini hanya sebagai pengelola karena ia yang memprakarsai
proses tersebut, sehingga terdapat hubungan yang erat antara pribadi manusia
dan pengetahuna yang timbul.
Dalam
Dvaita dikemukakan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang yang
sesuai dengan kenyataan yang ada di luar diri manusia. Pengetahuan yang salah
juga memiliki obyek. Adapun obyeknya ialah asat yaitu ada yang tidak ada.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pengetahuan yang salah adalah asat yaitu
hal yang tidak ada secara mutlak.
Dalam
ajaran Dvaita sesuatu yang tidak ada dapat dikenal, misalnya ada orang yang
berbicara tentang hal yang tidak ada (asat), menunjukkan bahwa asat tersebut
dapat diketahui. Seandainya tidak, masih bisa dibicarakan.
Penyimpulan
atau Anumana dalam ajaran Dvaita memiliki pandangan yang sama dengan sistem
Vedanta yang lain. Pengetahuan yang didapat dengan penyimpulan adalah dengan
melihat suatu tanda atau Lingga yang selalu memiliki hubungan dengan obyek yang
ditarik kesimpulannya yang disebut Sadhya. Hubungan antara Lingga dengan Sadhya
disebut Wyapati. Dalam penyimpulan terdapat tiga syarat, yaitu Paksa (suatu kesimpulan
yang ditarik), Sadhya (obyek yang ditarik kesimpulannya), dan Lingga (tanda
yang tidak terpisahkan dengan benda dan kesimpulannya).
Kesaksian
dalam Dvaita lebih
dominan pada kitab Agama dan Purana daripada kitab Veda, karena ajaran yang
terdapat dalam kitab Agama dan Purana tidak bertentangan dengan isi Veda. Agama
dan Purana mengandung kebenaran yang mutlak dan patut dilaksanakan dalam
kehidupan ini, dan dapat mengantarkan manusia kepada hal-hal yang bersifat
etika, upacara keagamaan, acara memuja. Kitab Veda menghubungkan manusia kepada
sasaran pemujaan.
2.5 AKSIOLOGI DVAITA VEDANTA
Tujuan
tertinggi dari Dvaita adalah untuk mencapai kelepasan. Kelepasan yang dimaksud
adalah peniadaan Avidya secara sempurna. Menurut Dvaita, adanya Avidya inilah
yang menyebabkan penderitaan dalam hidup. Dengan peniadaan Avidya seseorang
akan mendapat pengetahuan tentang Tuhan dan tentang hakekat dirinya sendiri.
Yang
menyababkan seseorang menderita adalah keinginan hidup yang dikaitkan dengan
nafsu kapada hal-hal yang bersifat duniawi. Avidya bersifat kosmis yang
menjadikan seseorang memiliki pandangan yang kabur dari hakekat Tuhan yang
sebenarnya dan hakekat dirinya sendiri.
Untuk
mencapai kelepasan, sistem Dvaita mengajarkan beberapa jalan, yaitu :
v Karma Yoga
Mengajarkan
bahwa seseorang hendaknya melaksanakan tugasnya tanpa mengharapkan hasilnya.
Manusia yang ideal adalah ia yang telah mengerti cara untuk menahan hawa nafsu
dan telah dapat menguasai dirinya sendiri.
Dvaita
mengajarkan bekerjalah tanpa henti, tetapi lepaskanlah segala pengikatan kepada
pekerjaan itu. Serahkan semua hasil kerja itu kapada Tuhan, karena pada
hakekatnya apa yang dikerjakan oleh seseorang, apa yang ia dengar, rasakan dan
yang ia lihat adalah semata-mata untuk Tuhan. Janganlah hendaknya seseorang
meminta pujian, semua itu adalah milik Tuhan, berikanlah buahnya kepada Tuhan.
v Srawana
Yaitu
mengdengarkan petuah-petuah guru tentang isi Kitab Suci Veda, Agama dan Purana.
Dalam mempelajari isi kitab suci hendaknya dibimbing oleh gru yang berwewenang
dibidang itu, sehingga tujuannya dapat tercapai.
v Mananam
Yaitu
memahami, membahas dan menguji apa yang didengar, sehingga muncul keyakinan
yang mendalam mengenai kebenaran terhadap kitab suci tersebut.
v Dhiyana (meditasi)
Yaitu
dengan merenungkan kitab suci tersebut secara mendalam sehingga seseorang yang
melakukan meditasi mendapatkan pengetahuan yang benar tentang hakekat Tuhan dan
hakekat tentang dirinya sendiri.
Bila semua disiplin tersebut dilakukan, maka akan tercapaikelepasanya itu bebas dari Avidya shingga dapat melepaskan diridari samsara dalam hidup. Seseorang dapat mencapai Moksamelalui cinta kasih, penyerahan diri secara
total dan pelayanankepada
Brahman.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Oleh Maha Rsi Madhva disebut
ajaran Dvaita
Vedanta (dualisme) sebab pokok ajarannya adalah perbedaan
(bheda). Disebut juga realistis karena mengakui bahwa alam semesta ini nyata,
juga theistis karena menerima Tuhan yang berpribadi sebagai suatu kenyataan
tertinggi. Semua bergantung kepada Tuhan (Visnu) sebagai sesuatu yang
tertinggi. Dasar ajaran Madhva adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka
ragam di dunia ini, semuanya mempunyai ciri dan sifat tersendiri, sehingga
menimbulkan perbedaan-perbedaan.
3.2 SARAN
Para
penganut pemahaman Dvaita Vedanta pada umumnyaadalah pengguruan Vaishnava dan Bhagavata. Akan tetapi tidakbanyak mengetahui hal tersebut karena kurangnya pengetahuanmengenai Dvaita di Indonesia. Hal ini tentu saja diakibatkan karenacukup sulit mendapatkan sumber-sumber pustaka Dvaita dalam Bahasa yang dapat diakses oleh kebanyakan
orang Indonesia. Paling tidak sampai tahun 1960-an tidak ada satra dan komentar dariperguruan Bhagavata dan Vaishnava yang tersedia secara luas dalam
Bahasa Sansekerta dan Prakrit India. Jadi selama ini Dvaita selaludijelaskan berdasarkan pemahaman Advaita Vedanta,
sehinggaterkesan bahwa selalu dihadirkan pemikiran Dvaita merupakantangga untuk memasuki Dvaita.
DAFTAR
PUSTAKA
Murni, dkk. Modul Darsana.
Jakarta :Depag. 2009
Sudiani, Ni Nyoman. Materi
Ajar Mata Kuliah Darsana. Jakarta. 2012
Pandit, Bansi. Pemikiran
Hindu Pokok-pokok Pikiran
Agama Hindu danFilsafat. Surabaya: Paramita. 2006
SumberIntrnet :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar